BERDAMAI DENGAN
TAKDIR
“Apakah manusia dibiarkan untuk mendapatkan semua
yang dia inginkan? Jika demikian, lantas apa yang ia sisakan dari kenikmatan
surga?” Jika kita memiliki sebuah keinginan, lantas kita sudah mengerahkan
seluruh usaha untuk mencapainya, namun ternyata Allah tak juga memperkenankan
kitameraih impian tersebut, apakah lantas kita berhak untuk ‘mencaci’ Allah?
Apakah itu kemudian membuat kita sah menyalahkan takdir?
Beberapa bulan lalu saya mengikuti Ujian
Nasional. Setelah pengumuman ujian dan dinyatakan lulus saya dan seluruh siswa
disekolah dianjurkan untuk mengikuti beberapa jalur tes seleksi untuk masuk ke
Perguruan Tinggi Negeri. Dan saya mengikuti beberapa dari jalur tes seleksi
tersebut.
Saat mengikuti tes seleksi pertama, yaitu
lewat jalur SNMPTN saya sangat mengharapkan agar bisa lulus dalam seleksi
tersebut. Namun, takdir berkata lain. Saat pengumuman tiba, dengan berat hati
saya melihat sebuah tulisan yang menyatakan saya tidak lulus dalam seleksi
tersebut. Saya sangat kecewa dengan hasil tersebut. Walaupun saya mendapatkan peringkat
ketiga dalam ujian sekolah, tetapi nilai saya tidak mencukupi untuk bisa lulus
dalam seleksi tersebut. Karena semua sekolah yang berada di seluruh Indonesia
ikut serta dalam jalur tersebut.
Setelah melihat pengumuman tersebut saya
bingung harus lewat jalur apalagi untuk masuk ke Perguruan Tinggi Negeri.
Karena keinginan saya dan ibu saya agar tetap melanjutkan sekolah saya. Namun,
salah seorang guru disekolah memberitahu saya kalau masih ada beberapa tes
seleksi lagi untuk masuk PTN, yaitu lewat jalur SPMB-PTAIN. Dalam seleksi
tersebut saya memilih perguruan tinggi yang ada di Jakarta dan Bandung. Dan
saat pengumuman, saya dinyatakan lulus dan masuk perguruan tinggi yang berada
di Bandung. Saya sangat senang karena saya bisa lulus dalam seleksi tersebut.
Namun, tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Walaupun saya diterima, namun kali
ini saya tetap tidak bisa masuk dalam perguruan tinggi tersebut. Karena Ayah
saya tidak mengizini saya untuk kuliah disana dengan alasan terlalu jauh dan
kurang pengawasan karena kami tidak punya saudara disana. Padahal dengan jauh
dari orangtua saya bisa belajar mandiri. Namun, apalah daya ucapan orangtua
mungkin ada benarnya. Karena jika kurangnya pengawasan, mereka takut kalau saya
bergaul dengan orang yang salah.
Ibu saya tetap menasehati saya untuk tetap
tegar dalam menghadapi apapun. Dan dengan jalur yang terkhir ini yaitu lewat
jalur SPMB-Mandiri, saya belajar berdamai dengan takdir. Saya berpasrah kepada
Allah dan berusaha tegar dengan takdir apa yang akan diberikan-Nya nanti. Walau
sekuat apapun kita berusaha dan berdo’a, jika memang menurut Allah itu bukanlah
yang terbaik untuk kita. Toh, lebih baik kita tidak usaha mendapatkannya.
Karena yang baik menurut kita belum tentu baik menurut Allah.
Dengan jalur yang terkhir ini saya berusaha
sekuat kemampuan saya dan meminta do’a restu dari kedua orangtua saya, juga
dengan berserah diri kepada Allah. Dan pada saat pengumuman tiba, betapa
senangnya saya melihat nama saya berada dideretan nama-nama yang lulus pada
seleksi tersebut.